Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LAMONGAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2020/PN Lmg SUPARTIN Kepala Kepolisian Polisian Resort Lamongan Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 15 Sep. 2020
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2020/PN Lmg
Tanggal Surat Selasa, 08 Sep. 2020
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SUPARTIN
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Polisian Resort Lamongan
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan
  1. KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN NEGERI LAMONGAN
  • Pasal 1 angka 10 UU No. 08 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut secara singkat KUHAP);
  • Pasal 77KUHAP;
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 16 Maret 2015, Juncto Pasal 79KUHAP;
  1. DUDUK PERKARA
  1. Bahwa Pemohon adalah mantan Kepala Desa Dibee, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Lamongan yang tengah menjalani proses penyidikan yang dilakukan Termohon beserta jajaran dibawahnya. Adapun yang menjadi obyek penyidikan adalah penggunaan danaBantuan Keuangan Khusus Pemerintahan Daerah (BKKPD)Tahun Anggaran 2019yang dianggap menyalahi aturan. Namun demikian, Pemohon merasa hak hukumnya yang dijamin oleh KUHAP telah dilanggar Termohon dalam hal proses penetapan Tersangka. Termohon telah melanggar hak hukum Pemohon yang dijamin KUHAP tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :
  2. Bahwa melalui surat permintaan keterangan nomor : B/275/IV/RES 3.3/2020/Satreskrim, tanggal 17 April 2020, Pemohon dipanggil untuk memberikan keterangan pada tanggal 22 April 2020, bertempat di Ruang Unit III Pidkor Satreskrim Polres Lamongan (Bukti P-1);
  3. Bahwa dari Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat Kabupaten Lamongan, melalui Camat Kalitengah memanggil Pemohon dengan surat nomor : 005/368/413.320/2020 untuk hadir pada 10 Juni 2020 bertempat di ruang pertemuan inspektorat Kabupaten Lamongan (bukti P-2);
  4. Bahwa kemudian inspektorat Kabupaten Lamongan, selaku Aparat Pengawasan Internal Pemerintah, memanggil Pemohon dengan surat nomor : 005/254/413.201/2020 untuk hadir di Ruang Pertemuan Inspektorat Kabupaten Lamongan pada hari Jum’at, tanggal 19 Juni 2020 (bukti P-3);
  5. Bahwa atas dasar arahan dari Inspektorat Kabupaten Lamongan Pemohon diinstruksikan membuat surat pernyataan penyelesaian dan pengembalian dana BKKPD Tahun Anggaran 2019 ke Rekening Kas Desa Dibee, Kecamatan Kalitengah,Kabupaten Lamongan, senilai Rp120.000.000,00(seratus dua puluh juta rupiah) (bukti P-4);
  6. Bahwa sesuai instruksi Inspektorat Kabupaten Lamongan, kemudian Pemohon melakukan penyetoran uang ke rekening kas Desa Dibeesejumlah Rp120.000.000,00(seratus dua puluh juta rupiah) pada tanggal 15 Juli 2020;
  7. Bahwa berdasarkan surat nomor : R/73/VII/RES.3.3/2020/Satreskrim, tanggal 10 Juli 2020, tentang pemberitahuan dimulainya penyidikan,diketahui Termohon telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3./2020, tanggal 07 Juli 2020;
  8. Bahwa kemudian Termohon mengeluarkan surat panggilan nomor : S.Pgl/118/VII/RES.3.3/2020/Satreskrim yang berisi pemeriksaanPemohon sebagai saksi pada tanggal 24 Juli 2020 (bukti P-6);
  9. Bahwa Termohon kemudian mengeluarkan surat penetapan nomor : S.Tap/20/VII/RES.3.3/2020/Satreskrim, tanggal 25 Juli 2020, tentang PENETAPAN TERSANGKA, yang salah satu dasarnya adalah Laporan hasil gelar perkara tanggal 21 Juli 2020 ( bukti P-7);
  10. Bahwa melalui surat panggilan nomor: S.Pgl/120/VII/RES.3.3/2020/Satreskrim, Pemohon dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai TERSANGKA melanggar Pasal 8 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UUNo. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut secara singkat UU Tipikor) (bukti P-8);
  11. Bahwa diketahui kemudian melalui perangkat Desa Dibee, Kecamatan Kalitengah, Kabupaten Lamongan, sekitar tanggal 03 Agustus 2020, Penyidik meminta kepada Bendahara dan Kepala Desa Dibee untuk menarik Dana BKKPD Tahun Anggaran 2019 dari rekening kas Desa Dibee di Bank Perumda BPR, bank daerah Lamongan.
  12. Bahwa sebagai tindak lanjut permintaan Penyidik kepada Bendahara dan Kepala Desa Dibee untuk menarik Dana BKKPD Tahun Anggaran 2019 dari rekening kas Desa Dibee,Pemohon diminta menandatangani BERITA ACARA PEMBUNGKUSAN DAN PENYEGELAN BARANG BUKTIpada tanggal 04 Agustus 2020, sehingga seakan-akan Penyidik telah menyitauang Rp120 000.000,00(seratus dua puluh juta rupiah) dari Pemohon(bukti P-9);
  13. Bahwa kemudian dengan surat panggilan nomor : S.Pgl/124/VIII/RES.3.3/ 2020/Satreskrim, Pemohon dipanggil kembali untuk hadir pada hari Senin, tanggal 31 Agustus 2020, untuk didengar keterangannya sebagai Tersangka. Dalam hal ini Pemohon disangka melanggar Pasal 2 ayat (1),Pasal (3),Pasal 8 dan Pasal 18 UU Tipikor (bukti P-10);
  1. ALASAN – ALASAN PERMOHONAN
  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya paragraf kedua halaman 98, Putusan Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 16 Maret 2015, menyatakan :

“oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut Mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka frasa “ bukti permulaan”, “ bukti permulaan yang cukup “, dan “ bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14,Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya,kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya, terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka”.

Pasal 184 KUHAP berbunyi :

  1. Alat bukti yang sah ialah :
  1. Keterangan saksi;
  2. Keterangan ahli;
  3. Surat;
  4. Petunjuk;
  5. Keterangan terdakwa.
  1. Bahwa awal proses penanganan perkara Pemohon, dilakukan oleh Termohon berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/A/63/VII/RES.3.3/2020/RESKRIM/ SPKT POLRES LAMONGAN, tanggal 7 Juli 2020. Laporan Model A,berdasarkan Pasal 3 ayat (5) huruf a Peraturan Kapolri No. 06 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana,yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami,mengetahui atau menemukan langsung peristiwayang terjadi. Tindak lanjut atas laporan polisi a quo, pada tanggal 7 Juli 2020 dikeluarkan surat perintah penyidikan nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3./2020. Pasal 1angka (2) KUHAP telah memberikan pengertian penyidikan sebagai :

“serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Dari rangkaian proses sebagaimana diuraikan diatas maka penyelidik setelah melakukan penyelidikan menemukan adanya dugaan tindak pidana yaitu penggelapan. Tindak lanjut untuk membuat terang tindak pidana penggelapan dikeluarkanlah sprindik nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3./2020 guna mengumpulkan bukti dan dapat ditemukan tersangka dalam perkara penggelapan dimaksud. Oleh karena itulah maka Pemohon mendapatkan turunan Surat Penetapan Tersangkanomor : S.Tap/20/VII/RES.3.3/2020 /Satreskrim, tanggal 25 Juli 2020;

  1. Bahwa Pemohon memahami bilamana salah satu hal dan cara yang diatur oleh KUHAP dalam  membuat terang suatu tindak pidana Penggelapan (vide. Pasal 8 UU Tipikor) adalah melakukan pemeriksaan terhadap Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), i.c. Inspektorat Kabupaten Lamongan,sehingga menurut hemat Pemohon, berpijak dari bukti-bukti saksi, Ahli (APIP) serta barang bukti terkait Pasal 8 UU Tipikor tentang Penggelapan itu, kemudian Pemohon ditetapkan sebagai tersangka. Namun demikian, Pihak Inspektorat Kabupaten Lamongan juga memberikan Instruksi kepada Pemohon untuk mengembalikan dana BKKPD TA 2019 ke Rekening Kas Desa Dibee, dan isntruksi tersebut telah dilaksanakan oleh Pemohon sebagaimana diterangkan pada pokok perkara diatas;
  2. Bahwa sejauh yang Pemohon pahami, atas tuduhan menggelapkan dana Bantuan Keuangan Khusus Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2019 sejumlah Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) yang dituduhkan kepada diri Pemohon, sejatinya barang bukti yang berkaitan dan dapat membuat terang suatu tindak pidana penggelapan itu adalah uang. Akan tetapi sepanjang pemeriksaan Pemohon baik dalam kapasitas sebagai saksi maupun sebagai tersangka tidak satupun berita acara penyitaan atas barang bukti ditunjukkan kepada Pemohon;
  3. Bahwa kemudian pada tanggal 4 Agustus 2020 tiba-tiba Pemohon diminta menandatangani Berita Acara Pembungkusan Barang Bukti sejumlah uang yang menurut Termohon sejumlah Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah),sehingga seolah-olah uang tersebut disita dari tangan Pemohon;
  4. Bahwa selanjutnya dengan surat panggilan Nomor : S.Pgl/124/VIII/RES.3.3/2020/Satreskrim, Pemohon dipanggil kembali pada hari Senin, tanggal  31 Agustus 2020 untuk didengar keterangannya sebagai tersangka. Dalam hal ini Pemohon disangka melanggar Pasal 2 ayat (1),Pasal (3),Pasal 8 dan Pasal 18 UU Tipikor,padahal Termohon belum pernah diperiksa sebagai calon tersangka untuk Pasal 2 ayat (1),Pasal (3) dan Pasal 18 UU Tipikor sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi dalam paragraf kedua halaman 98, Putusan Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 16 Maret 2015, diatas. Hal ini benar-benar diluar perkiraan Pemohon yang telah mempersiapkan segala hal terkait pembelaan Pemohon nantinya. Bilamana sebelumnya Pemohon mempersiapkan membela diri dari sangkaan melanggar Pasal 8 UU Tipikor, kali ini Pemohon harus mempersiapkan pembelaan atas jeratan pasal berlapis sebagaimana disebutkan di atas;
  5. Bahwa dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 16 Maret 2015 juncto Pasal 1 angka 14 KUHAP tentang Tersangka, yang definisinya sebagai berikut :

“tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”

Norma Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor mengandung unsur utama adanya kerugian Negara.Sesuai unsur utama dari Pasal-pasal tersebut tentu saja harus ditentukan timbulnya kerugian Negara yang dalam hal ini harus ditentukan mendahului penetapan tersangka terhadap diri Pemohon. Namun demikian, dasar dari Surat Panggilan Tersangka nomor : S.Pgl/124/VIII/RES.3.3./2020/Satreskrim adalah Surat Perintah Penyidikan nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3./2020,tanggal 07 Juli 2020, yang Pemohon yakin tidak ada penghitungan kerugian Negara oleh lembaga yang berwenang yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai Pasal 10 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Jo. Angka 6 Rumusan Kamar Pidana SEMA No 04 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA. Pemohon memiliki keyakinan kuat atas tidak adanya penghitungan kerugian Negara,karena bila saja telah ada penghitungan kerugian Negara maka sejak awal Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor akan dijeratkan oleh Termohon kepada Pemohon;

  1. Bahwa bilamana ternyata BPK diminta melakukan penghitungan kerugian negara belakangan setelah Pemohon ditetapkan tersangka melanggar Pasal 8 UU Tipikor, maka terang benderang telah terjadi pelanggaran hukum acara pidana;
  2. Bahwa pelaksanaan dan penerapan KUHAP yang menjadi landasan penyidik melakukan pemeriksaan selalu dipisahkan antara Perintah Penyidikan (Sprindik) dengan Penetapan Tersangka. Hal ini sejalan dengan definisi penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang untuk mengumpulkan bukti untuk membuat terang tindak pidana,sehingga dengan terangnya tindak pidana dapat ditemukan tersangkanya;
  3. Bahwa bilamana pemanggilan Pemohon sebagaimanadiuraikan dengan surat nomor : S.Pgl/124/VIII/RES.3.3./2020/Satreskrim yang didalamnya tertera pasal-pasal baru,yaitu Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor, maka akan timbul pertanyaan “kapan penyidik melakukan serangkaian tindakan dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang untuk mengumpulkan bukti tindak pidana melanggar Pasal 2ayat (1) dan Pasal 3 dan pasal 8 dan Pasal 18 UU Tipikor?” serta “kapankah Penyidik menemukan tersangka atas dasar pelanggaran pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor?”;  
  4. Bahwa jelas menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagaimana terurai pada poin10 diatas akan ditemukan bahwa tidak pernah ada Surat Perintah Penyidikan yang menetapkan telah terjadi Peristiwa Pidana yang menyebabkan kerugian negara sebagaimana dimaksud oleh Pasal2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 18 UU Tipikor,sehingga tidak mungkin ditemukan tersangkanya;
  5. Demikian juga dengan penetapan Tersangka atas diri Pemohon, melanggar Pasal 8 UU Tipikor dengan surat perintah penyidikan nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3./2020, tanggal 07 Juli 2020, dan Surat Penetapan nomor : S.Tap/20/VII/RES.3.3/2020/Satreskrim, tanggal 25 Juli 2020, telah melanggar ketentuan pasal 1 angka 14 KUHAP Jo Putusan MK RI nomor : 21/PUU-XII/2014,dimana penetapan tersangka atas diri Pemohon tidak dilakukan dengan adanya bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pasal 184 KUHAP;

Berdasarkan uraian alasan-alasan permohonan Pra Peradilan, mohon kepada Hakim pemeriksa permohonan pra peradilan menjatuhkan putusan :

  1. Menyatakan Pengadilan Negeri Lamongan berwenang memeriksa dan memutuskan permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon ;
  2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Sidik/77/VII/RES.3.3. /2020,tanggal 07 Juli 2020 tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum;
  3. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor : S.Tap/20/VII/RES.3.3 /2020/Satreskrim tanggal 25 Juli 2020 atas diri Pemohon, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum;
  4. Memerintahkan Termohon merehabilitasi nama baik Pemohon sebagaimana harkat dan martabatnya semula;

Apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Pihak Dipublikasikan Ya