Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LAMONGAN
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Lmg HAMIM, S.Ag., SHEL,CM. KASAT RESERSE KRIMINAL POLRES LAMONGAN Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 16 Sep. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Lmg
Tanggal Surat Jumat, 16 Sep. 2022
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1HAMIM, S.Ag., SHEL,CM.
Termohon
NoNama
1KASAT RESERSE KRIMINAL POLRES LAMONGAN
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dasar Hukum Permohonan Praperadilan
1. Bahwa :
Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
2. Bahwa :
Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a.     Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau   keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c.    Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
3. Bahwa :
Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a.    sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.    ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
4. Bahwa :
Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
5. Bahwa :
Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
•    Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
•    Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
•    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
•    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
•    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
•    Dan lain sebagainya
6. Bahwa :
Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
Mengadili,
Menyatakan :
1.    Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :
o    [dst]
o    [dst]
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
o    Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
II.  Alasan Permohonan Praperadilan
A.    Pemohon diduga telah dijebak dan  /  atau entrapment
1.    Bahwa :
Pada tanggal 18 Agustus 2022 sekira Pukul 11.00 Wib,  Sdr. Suwandi, Usia 41 Tahun, beralamat Jl. Veteran 196 RT 03 RW 02, Tlogo anyar, Kota Lamongan, telah datang ke Kantor Kelurahan Tlogo Anyar untuk mengurus  Surat Keterangan Ahli   Waris, sesuai dengan tugas dalam  pelayanan Pemohon meminta kepada Sekertaris Kelurahan Sdr. Suwarno untuk menjelaskan yang menjadi kesiapan dokumen kepada Sdr. Suwandi (pemohon SKW) dan selanjutnya  Kasi Pemerintahan membuatkan draf Rancangan yang dibutuhkan (pemohon SKW);
2.    Bahwa :  
Pada tanggal 24   Agustus 2022, sekira Pukul   10.30 Wib, Sdr. Suwandi, Siti Rukmah, Didik Hariyono, dan Machmunir yang semuanya  adalah  Ahli Waris dari Pewaris (Jono Alm) dan bersama seorang yang dinyatakan oleh Sdr.Suwandi lewat Telepon adalah Anggota Polisi Lamongan (Pernyataan Suwandi) didengar dari telepon pak sekertaris Kelurahan Tlogo Anyar Sdr. Suwarno, dengan bersama-sama semua Ahli Waris dari Pewaris (Jono Alm) menandatangani berkas dokumen surat keterangan waris di Kantor Kelurahan Tlogo Anyar;
3.    Bahwa :
Pada  tanggal 1 September  2022,  sekira Pukul 11.30 Wib, Sdr. Suwandi datang ke Kantor Kelurahan Tlogo Anyar menemui Pemohon untuk menanyakan Surat Pernyataan Ahli Waris / Surat Keterangan Ahli Waris yang telah ditandatangani oleh seluruh Ahli Waris dari Pewaris (Jono Alm) dan / atau yang  diurusnya oleh Sdr. Suwandi, Maka karena kesibukan Pemohon dalam pelayanan pembayaran pajak saat itu, maka pemohon meminta untuk menanyakan kepada Sekertaris kelurahan Sdr. Suwarno, dan selebihnya Pemohon hanya menandatangani berkas Surat Surat Keterangan Ahli Waris yang diminta oleh Sdr. Suwandi;
4.    Bahwa :
Setelah peristiwa penyerahan berkas  Surat Keterangan Ahli Waris oleh Sdr. Suwarno (Sekretaris Kelurahan Tlogo Anyar)  kepada  Sdr. Suwandi,  maka Sdr. Suwandi meletakkan amplop diatas Meja kerja Pemohon, sedangkan Pemohon  tidak sempat menanyakan kepada Sdr. Suwandi tentang perihal maksud dan tujuan meletakkan amplop yang Pemohon tidak mengetahui mahsud nya, dan juga tidak mengetahui tentang isi amplop tersebut, yang semula Pemohon anggap sebagai sumbangan Tujuh belasan (memeriahkan hari kemerdekaan RI) yang setiap tahun di selenggarakan oleh Kantor Kelurahan Tlogo Anyar; dan juga  dikarenakan pada saat peristiwa itu  pemohon sibuk  dalam memberikan pelayanan Pembayaran pajak warga masyarakat Kelurahan Tlogo Anyar;
5.    Bahwa :
Sebelum Sdr. Suwandi meninggalkan Kantor, Sdr. Suwandi telah menyerahkan selembar kertas / Kwitansi  dan meminta untuk tanda tangan Pemohon yang isi tulisan Kwitansi tidak merasa membuat / menulis dan juga Pemohon belum sempat membaca tulisan Kwitansi, dan  karena pemohon merasa Kwitansi itu tidak merasa membuat dan tidak ada gunanya maka serta merta saat itu juga disobek – sobek oleh Pemohon dan di buang dibawah meja kerja Pemohon;
6.    Bahwa :
Setelah Sdr. Suwandi pulang  dan / atau  meninggakan Kantor Kelurahan Tlogo Anyar sekira pukul 11.30  Wib, dan  selanjutnya berselang 5 menit kemudian sekira pukul 11.35 Wib telah datang serombongan orang yang berjumlah 7 Orang  yang dalam Pengakuannya adalah Anggota Polres Lamongan, dengan menanyakan perihal peristiwa pelayanan Surat Keterangan Ahli Waris dan perihal Amplop yang ada diatas meja Kerja Pemohon, salah satu  Anggota Polres Lamongan  dengan bersuara kasar dan meminta Kepada Pemohon untuk memegang dan membuka isi amplop, akan tetapi Pemohon menolaknya dengan alasan Amplop yang ditinggalkan Sdr. Suwandi bukan milik Pemohon dan juga belum mengetahui alasan Sdr. Suwandi meninggalkan Amplop Tersebut ;
7.    Bahwa :
Dikarenakan Pemohon menolak memegang dan membuka amplop tersebut, maka salah satu Anggota Polres Lamongan meminta kepada salah satu perangkat Kelurahan  untuk memegang dan serta membuka Amplop yang diketahui isinya adalah uang dan meminta untuk menghitung uang tersebut, dan diketahui setelah dihitung uang tersebut jumlahnya RP. 5.000.000,00 (Lima juta rupiah);
8.    Bahwa :
Pemohon menduga Peristiwa ini adalah  Penjebakan dan / atau (entrapment) ditujukan kepada Pemohon dan Institusi Pemohon, yang pada dasarnya Pemohon tidak mengetahui maksud Sdr. Suwandi meletakkan uang, belum tersentuh tangan Pemohon serta tidak diketahui isi amplop oleh pemohon;
9.    Bahwa :
Penjebakan dan / atau (entrapment) ditujukan Untuk membujuk atau memposisikan orang yang tidak memiliki niat jahat untuk melakukan tindak pidana, sedangkan teknik meletakkan sesuatu barang /  uang diatas meja dan meminta untuk memegang, membuka serta menghitungnya adalah bentuk bentuk pemaksaan untuk terpenuhinya delik pidananya;
10.    Bahwa :
Mahkamah Agung pun sudah mengatakan bahwa penjebakan dan / atau (entrapment) merupakan teknik penyidikan yang bertentangan dengan Hukum acara Pidana, sebagaimana dalam putusan Nomor 10 K/ Pid.Sus/ 2015, Hakim Mahkamah Agung  menjelaskan teknik undercover buy dan controlled delivery  memang tipis batasanya dengan strategi Penjebakan dan / atau (entrapment) yang dilarang dalam hukum acara pidana;
B.    Perolehan   bukti  permulaan diperoleh secara tidak benar (dengan menjebak /  atau entrapment )  dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka
1.    Bahwa :
Termohon dalam menetapkan tersangka dalam dugaan Pungli dan / Pemerasan,  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 368 ayat (1)  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Lamongan  kepada Pemohon hanya berdasar pada Keterangan  saksi Ahli, petunjuk dan adanya barang bukti yang disita serta hasil gelar perkara tanggal 13 september 2022,  hal ini berdasar pada surat panggilan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor SPgl/300/IX/RES . 1.19/2022/Satreskrim;
2.    Bahwa :
Termohon dalam menetapka Tersangka dalam dugaan Pungli dan / Pemerasan sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 368 ayat (1)  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Lamongan  kepada Pemohon berdasarkan peristiwa Hukum yang senyatanya belum diuji kebenarannya, karena senyatanya peristiwa Hukum itu terjadi merupakan terilustrasi jebakan betmen, sebagaimana Kronologi yang termuat pada posita dalam Huruf A  angka 8 (delapan);
3.    Bahwa :
barang bukti  yang diamankan Termohon,  yang berupa   Amplop yang berisikan uang berjumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) diletakkan oleh Sdr. Suwandi diatas meja kerja Pemohon dengan tidak dimengerti oleh Pemohon maksud dan tujuan, tidak mengetahui apa isinya, dan tidak diketahui untuk siapa, karena senyatannya Pemohon tidak pernah menyentuh barang bukti yang tersebut, dari peristiwa kejadian sebagaimana posita pada Huruf A  angka 3 (tiga)  sampai sekarang;
4.    Bahwa :
barang bukti yang diamankan Termohon, berupa Amplop yang berisikan uang berjumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang tersebut, telah diketahui jenis dan jumlahnya setelah  salah satu anggota Polisi yang datang ke Kantor Kelurahan Tlogo Anyar dengan memaksa salah satu Pegawai / Perangkat Kelurahan Tlogo Anyar untuk mengambil dan memegang Amplop dan membuka serta menghitung barang / Uang yang ada didalamnya, yang semula dengan memaksa Pemohon untuk mengambil, memegang dan membukannya, akan tetapi pemohon menolak dengan alasan tidak merasa memiliki / bukan milik Pemohon;
5.    Bahwa :
barang bukti yang berupa Kwitansi yang telah diamankan Termohon, adalah Kwitansi yang disobek oleh Pemohon yang semula masih Utuh dan sempat di dokumentasikan / diambil gambar (difoto) oleh Sdr. Suwandi yang saat peristiwa itu terjadi senyatanya sudah dipersiapkan oleh Sdr. Suwandi yang ditulis oleh . Sekretaris Kelurahan (Sdr. Suwarno), yang selanjutnya diluar kesadaran Pemohon menandatangani Kwitansi Tersebut atas permintaan Sdr .Suwandi dan selanjutnya Sdr.Suwandi mendokomentasikan (diambil gambar / di foto);
6.    Bahwa  :
barang bukti yang berupa Kwitansi yang telah diamankan Termohon, sebagimana yang tersebut diatas, setelah kesadaran Pemohon akan Kwitansi yang merasa tidak ikut membuat dan tidak berguna maka kwitansi yang tersebut dirobek robek (dirusak) oleh Pemohon dan selanjutnya di buang dibawah meja Kerja Pemohon;
7.    Bahwa :
Bahwa berdasar pada argument-argument yang tersebut, maka Pemohon menyimpulkan  terhadap barang /  2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon adalah belum / tidak terpenuhi  dalam hal untuk menetapkan Pemohon sebagai Tersangka  dalam dugaan Pungli dan / Pemerasan,  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 368 ayat (1)  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Lamongan  kepada Pemohon;
C.    Kriminalisasi penangkapan operasi Tangkap Tangan yang tidak konsisten dalam penegakan Hukum
1.    Bahwa :
    Penegakan Hukum yang dilakukan oleh Termohon tidak jelas Standard Operating procedure (SOP) dan tidak sesuai dengan peraturan  KUHAP yang telah dasarkan sebagai alas Penegakan Hukum antara Proses dan Tahapan Operasi Tangkap Tangan dengan Proses Pengaduan dan / atau Laporan;
2.    Bahwa :
Tidak Konsisten  yang tersebut  akan di sempurnakan dan diUji dalam sidang Pembuktian nanti;
D.    Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon  adalah Tindakan  Sewenang –wenangan dan bertentangan dengan asas Kepastian Hukum
1.    B:ahwa :
Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
2.    Bahwa :
sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semenjak Montesquieu memgeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri;
Dan dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
3.    Bahwa :
Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’
4.    Bahwa :
dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
5.    Bahwa :
Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
              – ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
              – dibuat sesuai prosedur; dan
              – substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
                                    Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka  Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
•    “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
•    Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
7. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Lamongan  yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.
 
III. PETITUM
Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lamongan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
1.    Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan  Pungli dan / Pemerasan,  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 368 ayat (1)  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Lamongan  kepada Pemohon  adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
4.    Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
5.    Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
6.    Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lamongan  yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.
Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lamongan yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Pihak Dipublikasikan Ya